Pengikut

Jumat, 16 Maret 2012

HUKUM PIDANA


KASASI DAN KASASI DEMI KEPENTINGAN HUKUM
            Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan, karena hakim juga seorang manusia yang dapat melakukan kesalahan/kekhilafan sehingga salah memutuskan atau memihak salah satu pihak (Hamzah,2005:285).

            Upaya hukum dibedakan menjadi upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap putusan selama masih dalam tenggang waktu yang ditentukan. Jika dalam tenggang waktu tersebut tidak diajukan, maka pihak yang berkepentingan tidak dapat mengajukan upaya hukum lagi, demikian juga jika yang berkepentingan menerima putusan hakim. Selama upaya hukum biasa dalam proses pemeriksaan, putusan yang bersangkutan tidak dapat dilaksanakan kecuali jika putusan itu mengandung putusan serta merta. Jenis upaya hukum biasa adalah perlawanan (verstek), banding dan kasasi (Makarao,2004:190).

            Upaya hukum luar biasa hanya terbuka untuk putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum pasti (in kracht). Pada asasnya terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan pasti tidak mungkin lagi dapat diubah, sekalipun oleh pengadilan yang lebih tinggi. Namun dengan alasan-alasan yang dimuat dalam undang-undang, maka putusan yang telah in kracht dapat diperbaiki sepanjang mengenai kekeliruannya yaitu dengan mengajukan upaya hukum luar biasa. Jenis upaya hukum luar biasa adalah kasasi demi kepentingan hukum dan peninjauan kembali (Makarao,2004:191).


            Dari berbagai jenis upaya hukum tersebut di atas, nampak adanya dua upaya hukum kasasi, yaitu kasasi sebagai upaya hukum biasa dan kasasi demi kepentingan hukum sebagai upaya hukum luar biasa. Hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk melakukan pembahasan mengenai kasasi demi kepentingan hukum. Ketertarikan penulis terhadap upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum tersebut adalah didasarkan pada pertimbangan bahwa hingga saat ini masih banyak masyarakat yang belum paham atau belum dapat membedakan antara upaya hukum kasasi dengan upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum, baik mengenai pengertiannya ataupun mengenai tata caranya. Kasasi atau kasasi biasa adalah upaya hukum biasa untuk menciptakan kesatuan penerapan hukum dengan jalan membatalkan putusan yang bertentangan dengan Undang-Undang atau keliru dalam menerapkan hukum.
Tata cara kasasi diatur dalam Bab XVII tentang Upaya Hukum Biasa Bagian Kedua Pemeriksaan Untuk Kasasi, Pasal 245 sampai dengan Pasal 258 KUHAP Kasasi demi kepentingan hukum berbeda dengan kasasi biasa. Kasasi demi kepentingan hukum hanya dapat diajukan oleh Jaksa Agung dalam hal terdapat perbedaan penafsiran dan implementasi Undang-Undang. Kasasi demi kepentingan hukum dapat diajukan terhadap putusan pengadilan di tingkat manapun, tidak perlu harus putusan dalam tingkat akhir sebagaimana terdapat pada kasasi biasa. Kasasi demi kepentingan hukum juga dapat diajukan terhadap putusan bebas, asal tidak putusan bebas murni.
Tata cara pengajuan permohonan kasasi demi kepentingan hukum diatur dalam Pasal 260 KUHAP,yaitu:
(1)Permohonan kasasi demi kepentingan hukum disampaikan secara tertulis oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama, disertai risalah yang memuat alasan permintaan itu.

(2)Salinan risalah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) oleh panitera segera disampaikan kepada pihak yang berkepentingan.

(3)Ketua pengadilan yang bersangkutan segera meneruskan permintaan itu kepada Mahkamah Agung.

            Berdasarkan ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHAP upaya hukum peninjauan kembali (PK)/Herziening dapat diajukan karena adanya alasan-alasan sebagai berikut :

1) Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkaraitu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
2) Apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain.
3) Apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.

Menurut Leden Marpaung, hal tersebut diatas merupakan syarat materil pengajuan upaya hukum peninjauan kembali (PK)/Herziening. Hanya karena alasan tersebutlah upaya hukum peninjauan kembali (PK)/Herziening dapat dilakukan43